Selasa, 26 Oktober 2010

Audit Kepabeanan

Audit kepabeanan (selanjutnya disebut Audit) adalah pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, dan atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan. Dasar hukum pelaksanaan audit ini adalah pasal 86 UU No 17/2006 tentang Kepabeanan. Audit dilakukan oleh auditor dari DJBC atau bersama-sama dengan auditor dari instansi lainnya yang terkait.

Secara umum audit kepabeanan dikategorikan ke dalam tiga kondisi. Yang pertama adalah audit umum. Yaitu audit dengan ruang lingkup pemeriksaan lengkap dan menyeluruh terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan. Audit jenis ini biasanya dilakukan secara reguler dan terencana dalam sebuah dafar obyek audit oleh DJBC dengan pertimbangan tertentu (seperti manajemen resiko, profil komoditas, volume transaksi dan sebagainya). Pada dasarnya seluruh pengguna jasa kepabeanan (importir, eksportir, PPJK) akan diuji kepatuuhannya terhadap undang-undan melalui pelaksanaan audit jenis ini.
Jenis audit yang ke dua adalah audit khusus. Yaitu audit dengan ruang lingkup pemeriksaan hanya terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan tertentu. Dengan kata lain, audit hanya dilakukan terhadap transaksi atau beberapa transaksi tertentu saja. Audit ini umumnya tidak direncanakan dalam daftar obyek audit sebelumnya. Namun tidak tertutup kemungkinan audit ini meningkat statusnya menjadi audit umum apabila hasil pengolahan dan analisis data yang dilakukan menunjukkan bahwa seluruh transaksi harus diperiksa.
Ketiga adalah audit investigasi. Audit ini dilakukan terkait dengan adanya dugaan tindak pidana bidang kepabeanan yang dilakukan pengguna jasa kepabeanan. Karena sifatnya yang investigatif maka audit ini dilakukan dalam rangka memperoleh bukti awal tindak pidana sebagai dasar untuk dilakukannya proses penyidikan.
Audit kepabeanan dilakukan oleh sebuah tim audit yang bekerja berdasarkan surat tugas/surat perintah audit yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal/Direktur Audit/Kepala Kantor Wilayah DJBC. Pelaksanaan audit harus selesai dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikeluarkannya surat tugas/surat perintah. Jangka waktu tersebut adalah jangka waktu yang diberikan kepada tim audit untuk menyelesaikan proses audit sampai dengan diterbitkannya Laporan Hasil Audit.
Audit kepabeanan dilakukan terhadap :
- Importir (umum dan produsen, fasilitas/non fasilitas)
- PPJK
- Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara
- Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat :
- Pengusaha Gudang Berikat
- Pengusaha Kawasan Berikat
- Pengusaha Di Kawasan Berikat
- Pengusaha Toko Bebas Bea (Duty Free)
- Pengusaha Entrepot Tujuan Pameran
- Eksportir
- Pengusaha Pengangkutan

Tahapan Pelaksanaa Audit
Pekerjaan Lapangan :
Yang dimaksud adalah pelaksanaan audit yang dilakukan on the spot, di tempat auditee. Paling lama dilakukan 30 (tiga puluh ) hari kerja. Tahap ini meliputi kegitan penyampaian surat tugas/surat perintah dan observasi serta tahap pengumpulan data dan informasi. Pada periode tersebut tim audit akan menyerahkan surat tugas/surat perintah, surat permintaan data, kuesioner, serta surat-surat lainya yang terkait dengan proses pengumpulan data dan informasi. Selain itu juga akan dilakukan pencacahan fisik terhadap sediaan barang (stock opname). Stock opname dilakukan dalam rangka pengujian secara meterial maupun eksistensial atas data dan informasi yang telah diterima auditor.
Pekerjaan Kantor:
Yang dimaksud adalah periode di mana secara ‘resmi kedinasan’ tim audit sudah harus menyelesaikan masa kunjungan ke tempat auditee dan mulai menyusun kertas kerja audit, melakukan konfirmasi, menyusun daftar temuan sementara (DTS), serta mempersiapkan Laporan Hasil Audit. Kegiatan ini dilakukan tim audit di kantornya.

Tahapan Proses Audit
Permintaan Data :
Setelah menyerahkan berkasi surat tugas/surat perintah audit, tim audit akan menyampaikan surat permintaan data yang berisi rincian data yang akan ‘dipinjam’ untuk diperiksa sesuai dengan periode auditnya. Hal ini biasanya dilakukan setelah aduitor mendapatkan penjelasan umum mengenai aktivitas auditee, profil, sistem transaksi, serta Sistem Pengendalian Internalnya. Auditee wajib menyerahkan segala data, catatan, laporan, dan pembukuan yang diminta oleh tim audit. Khusus utuk audit investigasi, tim audit dapat melakukan tindakan pengamanan atau tindakan di bidang kepabesanan lainnya berupa penegahan alat angkut, penyegelan barang dan atau tempat yang diduga terkait tindak pidana. Orang yang menyebabkan kewenangan audit ini tidak dapat berjalan dikenakan sanksi berupa denda sebesar Ro 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).

Daftar Temuan Sementara (DTS) :
Atas data yang telah diterima dari auditee tim audit melakukan pengolahan dan analisis berupa pengujian material atas dukumen maupun pengujian eksistensi sediaan barang. Hasil proses ini adalah Kertas Kerja Audit (KKA). Jenis-jenis KKA bergantung kepada luas pemeriksaan dan jenis/karakter auditee. Atas serangkaian KKA ini tim audit akan menarik kesimpulan sementara yang dituangkan ke dalam Daftar Temuan Sementara (DTS). DTS ini berisi aktivitas audit yang telah dilaksanakan (kolom 2), temua audit (kolom 3), rekomendasi tim audit (kooom 4), serta tanggapan auditee (kolom 5). Pada dasarnya DTS adalah intisari kegiatan audit yang telah dilaksanakan yang berisi temuan (sementara) hasil audit beserta rekomendasi atas temuan itu.
DTS diserahkan oleh tim audit kepada auditee. Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan kepada auditee untuk menyampaikan tanggapan apabila terdapat temuan tim audit yang menurut auditee tidak tepat atau salah. Jangka waktu penyampaian tanggapan DTS ini setelah tanggal diterimanya adalah 7 (tujuh) hari kerja. Apabila dalam jangka waktu itu auditee tidak menyampaikan tanggapan, maka dianggap telah menyetujui seluruh temuan dalam DTS. Auditee dapat mengajukan perpanjangan tanggapan selama 7 (tujuh) hari kerja.
Apabila Auditee menyetujui seluruh temuan dalam DTS, maka harus mengisi dan menandatangani surat pernyataan persetujuan DTS di atas materai Rp 6.000,00. Apabila menyanggah salah satu atau semua temuan dalam DTS auditee dapat menuliskannya pada kolom 5 dengan ketidaksetujuan.
Atas ketidaksetujuan tersebut tim audit akan mengadakan Pembahasan Akhir (closing conference) yang melibatkan seluruh anggota tim audit dan perwakilan dari pihak auditee. Di dalamnya akan dibahas kembali temuan dan akan diuji kembali bukti-bukti yang diajukan auditee sehubungan dengan tanggapannya tersebut. Hasil dari pembahasan akhir akan berisi kesimpulan temuan-temuan audit yang disetujui auditee, dibatalkan tim audit, dan atau temuan yang dipertahankan tim audit.
Catatan : DTS tidak diperlukan dalam hal :
- audit khusus yang dilakukan dalam rangka keberatan atas penetapan bea dan cukai;
- audit investigasi.

Penyusunan Laporan Hasil Audit (LHA)
LHA disusun berdasarkan DTS yang telah ditanggapi. Apabila auditee tidak mengajukan keberatan atas DTS (atau tidak memberikan tanggapan sama sekali dalam batas waktu yang dtentukan) maka LHA merupakan penjabaran dari DTS. Dalam hal telah dilakukan pembahasan akhir, maka LHA didasarkan atas risalah dari hasil pembahasan akhir tersebut.
Untuk audit khusus dan audit investigasi, LHA disusun tanpa proses DTS terlebih dahulu. LHA disampaikan kepada auditee dalam bentuk pendek (kesimpilan dan rekomendasi). Sedangkan LHA dalam bentuk panjang (Lengkap) hanya untuk keperluan internal bea dan cukai.

Tindak Lanjut Hasil Audit
Berdasarkan LHA yang telah diterbitkan, Direktur Jenderal Bea dan Cukai menerbitkan :
1. Surat penetapan hasil audit yang menetapkan jumlah bea masuk, PPN, PPh, PPnBM, Cukai, dan sanksi administrasi yang harus dibayar oleh auditee. Selanjutnya kantor bea cukai setempat akan menerbitkan Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran (SPKP) kepada auditee. Atas SPKP itu auditee melakukan pembayaran di bank devisa dan melaporkan pelunasannya kepada kantor bea cukai penerbit.
2. Rekomendasi-rekomendasi terkait dengan hasil dan jenis auditnya.

Wewenang tim audit dan keweajiban auditee
Wewenang tim audit
Sebagaimana diatur dalam pasal 86 ayat (1a) dalam melaksanakan audit kepabeanan tim audit memiliki kewenangan untuk :
1. Meminta laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, surat yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan (termasuk data elektronik), serta surat yang berkaitan di bidang kepabeanan;
2. Miminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari orang dan pihak lain yang terkait;
3. Memasuki bangunan kegiatan usaha, ruangan tempat untuk menyimpan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan surat-surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk sarana/media penyimpan data elektronik, dan barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan;
4. Melakukan tindakan pengamanan yang dipandang perlu terhadap tempat atau ruangan penyimpanan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan kepabanan dimaksud.

Kewajiban auditee saat diaudit :
1. Menyerahkan data audit (laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, surat yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan (termasuk data elektronik), serta menunjukkan sediaan barangnya untuk diperiksa (harus);
2. Memberikan keterangan lisan/tertulis (harus);
3. Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya auditee apabila penggunaan data elektronik memerlukan peralatan dan atau keahlian khusus (harus);

Sanksi kepabeanan berkaitan dengan pelaksanaan audit.
Undang-undang kepabeanan memberikan sanksi administrasi terhadap auditee yang menyebabkan tim audit tidak dapat menjalankan kewenangannya, berupa denda sebesar Rp 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).

(kutipan)

Tidak ada komentar: